Sebelumnya mohon maaf, ini hanyalah sebuah tulisan yang berasal dari pendapat pribadi, tanpa ada maksud apapun. Tulisan ini hanya penyampaian pikiran seorang mahasiswa.
Sebuah pengalaman pribadi saat perjalanan antara Surabaya – Jakarta untuk berangkat ke kampus tercinta. Terus terang saja, sebagai seorang mahasiswa yang mempunyai kemampuan ekonomi menengah, memilih sarana transportasi yang murah untuk bepergian adalah suatu keharusan. Pilihan tersebut pun jatuh ke kendaraan yang populer untuk perjalanan jarak jauh, menggunakan rel, terdiri dari gerbong – gerbong, dan ditarik oleh lokomotif. Ya, itu adalah kereta api. Saat pembelian tiket kereta api di suatu stasiun, ada calo yang menawarkan tiket juga di situ. Suatu saat juga, ketika menjelang hari raya Idul Fitri, tiket kereta malah tidak ada nomer tempat duduknya, yang berarti menggunakan sistem siapa cepat dia dapat tempat duduk. Dan juga tiket yang dijual melebihi dari tempat duduk yang tersedia. Estimasi waktu kedatangan kereta di tempat tujuan juga terdapat di tiket, tetapi kebanyakan yang terjadi hanyalah keterlambatan.
Kemudian sesudah hal – hal yang menyangkut mengenai administrasi di atas, keadaan di kereta (ekonomi) sendiri sangat membuat miris. Bagaimana tidak? Keadaan yang penuh sesak dengan penumpang yang melebihi kuota tempat duduk, sehingga ada yang duduk di tengah jalan di gerbong, berlalu lalangnya penjual – penjual yang menawarkan barang dagangannya, dan yang paling parah adalah biasa terjadi tindakan kriminal seperti pencopetan dan sejenisnya. Saya sendiri sudah pernah kecopetan di atas kereta, yang menghilangkan handphone saya.
Sebagai sarana angkutan yang paling diserbu rakyat dan sebagai tempat mendulang rezeki bagi banyak para pedagang, ternyata KA ekonomi kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah. Masih banyak hal yang memprihatinkan dalam pengelolaan KA ekonomi seperti diterapkannya sistem kanibalisme komponen KA atau pun penerapan system 4:1 yaitu di mana setiap 4 gerbong KA hanya satu gerbong yang dilengkapi rem. Belum lagi WC umumnya yang sangat tidak sehat karena ketiadaan air sehingga dapat menjadi tempat penularan penyakit.
Pengalaman pribadi menjadi penumpang KA ekonomi membuktikan, sistem kanibalisme yang selama ini diterapkan telah menelantarkan penumpang. Karena komponen sudah tidak diproduksi lagi, maka mesin atau pun komponen lokomotif yang rusak diganti dengan mesin atau komponen kereta yang tidak beroperasi. Hasilnya, lokomotif yang diperlengkapi mesin pengganti yang semuanya sudah berusia puluhan tahun itu pun rusak mengakibatkan mesin (lokomotif) mogok berkali-kali. Hal ini tentu saja mengganggu kenyamanan penumpang karena harus menunggu berjam-jam di dalam gerbong yang panas tanpa ada kepastian. Selain itu hal ini pun mengakibatkan jadwal KA lainnya menjadi terlambat.
Mengapa keadaan seperti itu bisa terjadi? Mengingat kereta api adalah suatu sarana transportasi massif (RMT – Rapid Massive Transportation) yang populer. Di negara – negara lain, Jepang contohnya, pengembangan kereta api selalu terjadi. Kereta api jarak jauhnya mempunyai kecepatan yang bisa mencapai 200 km/jam. Sedangkan di Indonesia mungkin hanya 90 km/jam. Kereta api sendiri bisa digunakan untuk mengurangi kemacetan yang sering terjadi di kota – kota di Indonesia. Di Jepang, kereta api lokal menjadi sarana transportasi favorit bagi masyarakatnya. Masyarakat di sana lebih memilih untuk memakai kereta api sebagai sarana bepergian baik untuk ke tempat kerja, sekolah, maupun untuk berwisata. Keadaan tersebut bisa mengurangi jumlah kendaraan pribadi yang dipakai oleh masyarakat. Berbeda dengan di Indonesia, kendaraan pribadi menjadi favorit untuk bepergian, sehingga tidak heran sering terjadi macet karena banyaknya kendaraan.
Karena itulah, seharusnya perkeretaapian di Indonesia harus lebih dikembangkan, baik dari segi pelayanan maupun dari segi kenyamanan. Mungkin bisa dimulai dari menambah rel kereta api untuk kereta api jarak jauh, misal Jakarta – Surabaya, sehingga tidak terjadi keterlambatan maupun kecelakaan yang sering terjadi saat ini. Kemudian membuat jalur – jalur rel lokal yang melewati kecamatan – kecamatan, atau juga bagian – bagian dari kota. Bukannya malah membuat jalur tol tengah seperti yang direncanakan di suatu kota, yang malah hanya menambah kendaraan pribadi yang dipakai, yang juga hanya untuk kalangan tertentu saja. Lebih baik apabila membuat jalur kereta tengah kota, sehingga bisa menjadi sarana transportasi yang lebih dipilih oleh masyarakat. Memang mungkin hal ini tidak bisa dilaksanakan dalam waktu yang singkat, juga hal ini sulit terjadi karena tata kota di indonesia yang bisa dikatakan amburadul, tetapi ini merupakan suatu tindakan jangka panjang untuk pelayanan publik yang lebih baik. Memulai sebuah langkah kecil akan berakhir dengan suatu hasil yang lebih baik yang bisa dibanggakan oleh generasi penerus kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar